BREAKING NEWS

SIDAK YABPEKNAS

YABPEKNAS BPD PROVINSI BANTEN Melakukan Sidak dan Investigasi toko obat menjual obat2an penenang Warga Tolak Peternakan Ayam di Cadas Ngampar Umbul  Warga Tolak Pertenakan Ayam di Cikeusal Sosialisasi Perlindungan Konsumen Disperindag Provinsi Banten dan YABPEKNAS BPD Provinsi Banten di Istana Nelayan 
Pelatihan Advokasi YABPEKNAS SURAKARTA dalam Mewujudkan perlindungan hukum bagi konsumen

PENYILIDIKAN YABPEKNAS

BERITA KONSUMEN

Formalin dan Boraks

SEPUTAR YABPEKNAS

Thursday, 29 September 2016


MEMBEDAH LEGAL STANDING LEMBAGA PERLINDUNGAN KONSUMEN SWADAYA MASYARAKAT DALAM BERACARA DI PENGADILAN
Dalam era globalisasi dan perdagangan bebas saat ini, banyak bermunculan berbagai macam produk barang dan pelayanan jasa yang dipasarkan kepada konsumen, baik promosi melalui media cetak atau elektronik, maupun penawaran barang yang dilakukan secara langsung.  Jika tidak berhati-hati dalam memilih produk barang/jasa yang diinginkan, konsumen hanya akan menjadi objek eksploitasi dari pelaku usaha yang tidak bertanggung jawab. Tanpa disadari dan karena tidak berdaya dalam memperjuangkan haknya maka konsumen menerima begitu saja barang/jasa yang dikonsumsinya.
Permasalahan yang dihadapi saat ini tidak hanya sekedar bagaimana konsumen memilih barang, akan tetapi jauh lebih kompleks dari itu yaitu menyangkut pada kesadaran semua pihak, baik pengusaha, pemerintah maupun konsumen itu sendiri tentang pentingnya perlindungan konsumen. Pengusaha terkadang kurang menyadari bahwa mereka harus menghargai hak-hak konsumen, memproduksi barang dan jasa yang berkualitas, aman untuk dikonsumsi dan mengikuti standar yang berlaku serta dengan harga yang sesuai.
Selama masih banyak konsumen yang dirugikan, masalah perlindungan konsumen selalu menjadi bahan perbincangan di masyarakat. Hak konsumen yang diabaikan oleh pelaku usaha perlu dicermati secara seksama.  Oleh karena itu, masalah perlindungan konsumen perlu diperhatikan. Posisi lemah konsumen disebabkan karena peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia belum memadai dan kurang menjamin adanya suatu kepastian hukum, ditambah dengan tingkat pengetahuan dan pendidikan konsumen yang masih sangat rendah.
Dengan latar belakang tersebut, maka pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat mengeluarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) yang disahkan pada tanggal 20 April 1999, dan efektif berlaku terhitung sejak tanggal 20 April 2000.
Sebelum berlakunya UUPK, Indonesia tidak memiliki ketentuan hukum yang komprehensif dan integratif tentang perlindungan konsumen, berbagai peraturan yang sudah ada kurang memadai untuk secara langsung melindungi kepentingan konsumen. Lebih lanjut untuk menyelenggarkan perlindungan konsumen maka sesuai pasal 1 angka 1 UUPK terdapat 3 lembaga nonpemerintah yang ikut aktif menyelenggarakan perlindungan konsumen. Lembaga nonpemerintah tersebut adalah Badan Perlindungan Konsumen Nasional, Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) dan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK).
APA YANG DIMAKSUD SENGKETA KONSUMEN DAN BAGAIMANA CARA MENYELESAIKANNYA?
Sengketa konsumen adalah sengketa antara pelaku usaha dengan konsumen yang menuntut ganti rugi atas kerusakan, pencemaran dan/atau yang menderita kerugian akibat mengonsumsi barang dan/atau memanfaatkan jasa. Menurut Pasal 45 UUPK setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum.
Penyelesaian sengketa konsumen tersebut dapat ditempuh melalui pengadilan atau diluar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa. Konsumen dapat menggugat pelaku usaha di peradilan umum secara perorangan atau secara berkelompok (class action). Gugatan terhadap pelaku usaha tersebut juga dapat diajukan oleh lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat dan pemerintah dan/atau instansi terkait apabila barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau dimanfaatkan mengakibatkan kerugian materi yang besar dan/atau korban yang tidak sedikit.
Selain penyelesaian melalui pengadilan, UUPK memberikan alternatif cara menyelesaikan sengketa konsumen melalui jalur di luar pengadilan (non litigasi) yaitu melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK). Tugas dan wewenang BPSK sebagaimana diatur dalam Pasal 52 UUPK dan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor. 350/MPP/Kep/12/2001 tanggal 10 Desember 2001 tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen yaitu melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen dengan cara konsiliasi, mediasi dan arbitrase dan memberikan konsultasi perlindungan konsumen.
Keanggotaan Majelis BPSK terdiri dari unsur pemerintah, pelaku usaha dan konsumen. Pada dasarnya konsumen dapat langsung menuntut ganti rugi kepada pelaku usaha, namun apabila pelaku usaha tersebut menolak atau tidak memberi tanggapan atas tuntutan ganti rugi tersebut maka konsumen dapat menggugat pelaku usaha yang bersangkutan ditempat kedudukan konsumen. Jika konsumen memilih upaya   penyelesaian   sengketa   konsumen   di    luar pengadilan, gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh apabila upaya tersebut dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu pihak atau oleh para pihak yang bersengketa.
APA KAITAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DENGAN DJKN ?
Kaitan penyelesaian sengketa konsumen dengan DJKN, karena sampai dengan saat ini banyak LPKSM yang bertindak selaku kuasa hukum dan bertindak seolah-olah sebagai Advokat / Pengacara mewakili pribadi atau badan hukum serta mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri terutama atas pelaksanaan Lelang Eksekusi Hak Tanggungan yang dilaksanakan oleh DJKN.
APAKAH LEMBAGA PERLINDUNGAN KONSUMEN SWADAYA MASYARAKAT DAPAT MENGAJUKAN GUGATAN DAN BERTINDAK SELAKU KUASA HUKUM KONSUMEN, SEHINGGA DAPAT BERACARA DI PENGADILAN?
Pemerintah memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk berperan aktif dalam mewujudkan perlindungan konsumen di Indonesia, dan peran aktif tersebut diberikan melalui organisasi Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM). Pemerintah mengakui LPKSM yang memenuhi syarat dan memiliki kesempatan untuk berperan aktif dalam mewujudkan perlindungan konsumen.
Berdasarkan Pasal 1 angka 9 UU Perlindungan Konsumen, Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) adalah lembaga non-pemerintah yang terdaftar dan diakui oleh pemerintah yang mempunyai kegiatan menangani perlindungan konsumen.
Tugas LPKSM menurut Pasal 44 ayat (3) UUPK adalah
1. menyebarkan informasi dalam rangka meningkatkan kesadaran atas hak dan kewajiban dan kehati-hatian konsumen dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
2. memberikan nasihat kepada konsumen yang memerlukannya;
3. bekerja sama dengan instansi terkait dalam upaya mewujudkan perlindungan konsumen;
4. membantu konsumen dalam memperjuangkan haknya, termasuk menerima keluhan atau pengaduan konsumen;
5. melakukan pengawasan bersama pemerintah dan masyarakat terhadap pelaksanaan perlindungan konsumen.
Berdasarkan Pasal 46 ayat (1) huruf c UUPK, LPKSM mempunyai hak untuk mengajukan gugatan atas pelanggaran pelaku usaha dengan syarat, LPKSM tersebut berbentuk badan hukum atau yayasan, dalam anggaran dasarnya disebutkan dengan tegas bahwa tujuan didirikannya organisasi tersebut adalah untuk kepentingan perlindungan konsumen dan LPKSM tersebut telah melaksanakan kegiatan sesuai dengan anggaran dasarnya. Oleh sebab itu untuk dapat menggugat LPKSM harus dapat membuktikan bahwa dalam Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) dapat berprofesi memberi jasa hukum. Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh suatu badan/perkumpulan/badan usaha agar dapat dikatakan sebagai badan hukum (legal person/rechtperson). Menurut doktrin ilmu hukum syarat-syarat tersebut adalah sebagai berikut :
1. Adanya harta kekayaan yang terpisah ;
2. Mempunyai tujuan tertentu ;
3. Mempunyai kepentingan sendiri ;
4. Adanya kepengurusan/organisasi yang teratur ;
Terkait dengan ketentuan mengenai kuasa untuk beracara di pengadilan dalam hukum acara Perdata sebagaimana diatur dalam Buku Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan Dalam Empat Lingkungan Peradilan Buku II Edisi 2007 halaman 53-54, disampaikan bahwa yang dapat bertindak sebagai kuasa/wakil dari penggugat/tergugat atau pemohon di pengadilan adalah :
a. Advokat, sesuai dengan pasal 32 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, Penasihat Hukum, pengacara praktik dan konsultan hukum yang telah diangkat pada saat Undang-Undang Advokat mulai berlaku dinyatakan sebagai Advokat;
b. Jaksa dengan kuasa khusus sebagai kuasa/wakil Negara/Pemerintah sesuai dengan Pasal 30 ayat (2) Undang-Undang No. 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan RI;
c. Biro Hukum Pemerintah/TNI/Kejaksaan R.I.;
d. Direksi/Pengurus atau karyawan yang ditunjuk dari suatu badan hukum;
e. Mereka yang mendapat kuasa insidentil yang ditetapkan oleh Ketua Pengadilan (misalnya LBH, Hubungan Keluarga, Biro Hukum TNI/Polri untuk erkara-perkara yang menyangkut anggota / keluarga TNI/Polri
f. Kuasa insidentil dengan alasan hubungan keluarga sedarah / semenda dapat diterima sampai dengan derajat ketiga yang dibuktikan surat keterangan kepala desa / kelurahan.
Berdasarkan ketentuan tersebut diatas maka dapat disimpulkan bahwa LPKSM tidak bisa memberikan jasa bantuan hukum dan beracara di pengadilan karena LPKSM bukan merupakan pihak yang memiliki kewenangan untuk bertindak sebagai kuasa/wakil dari penggugat/tergugat atau pemohon untuk beracara di pengadilan sebagaimana diatur dalam Buku Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan Dalam Empat Lingkungan Peradilan, dan LPKSM juga tidak mempunyai kewenangan untuk beracara sebagaimana diatur dalam UU PK. Hak yang diberikan oleh UUPK kepada LPKSM hanyalah sebatas hak untuk menggugat. Hak untuk menggugat dari LPKSM itu pun harus dibuktikan dengan status lembaga yang bersangkutan, yakni harus memenuhi persyaratan dalam Pasal 46 ayat (1) huruf c UUPK.
Menurut Aman Sinaga, S.H., Konsultan Hukum Perlindungan Konsumen pada Direktorat Pemberdayaan Konsumen Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen, Kementerian Perdagangan, tugas LPKSM salah satunya adalah membantu konsumen dalam memperjuangkan haknya, termasuk menerima keluhan atau pengaduan konsumen. Pria yang juga menjabat sebagai anggota BPSK Propinsi DKI Jakarta ini juga menyampaikan bahwa tugas tersebut bukan berarti LPKSM dapat serta merta menggugat dan menjadi kuasa hukum untuk beracara di persidangan. Lebih lanjut Aman menyatakan bahwa selama ini banyak LPKSM yang bekerja di luar rambu-rambu peraturan yang ada, atas permasalahan tersebut maka pihak yang mempunyai wewenang untuk melakukan pembinaan kepada LPKSM adalah Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen, Kementerian Perdagangan.
Dalam kesempatan yang lain Ganef Judawati, Direktur Pemberdayaan Konsumen, Direktorat Jenderal Standarisasi dan Perlindungan Konsumen Kementerian Perdagangan menegaskan bahwa pada prinsipnya LPKSM mempunyai hak mengajukan gugatan berdasarkan Pasal 46 ayat (1) huruf c UUPK, hak yang diberikan oleh UU PK tersebut berarti bahwa dalam perkara sengketa konsumen di Pengadilan, LPKSM hanya bisa memposisikan diri sebagai Penggugat bukan sebagai kuasa hukum/Advokat dari konsumen. Lebih lanjut menurut Ganef, sehubungan dengan banyaknya LPKSM yang telah bertindak di luar ketentuan yang berlaku maka Kementerian Perdagangan cq. Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen cq. Direktorat Pemberdayaan Konsumen akan memberikan pembinaan.
Guna menghadapi tantangan ke depan, DJKN perlu mempersiapkan diri, terlebih bagi petugas penangan perkara pada tingkat Kantor Pelayanan. Hal ini harus diantisipasi mengingat semakin meningkatnya kualitas maupun kuantitas permasalahan yang muncul dan bersinggungan dengan sengketa konsumen dari kegiatan lelang yang dilaksanakan oleh DJKN. Substansi penyelesaian sengketa konsumen harus benar-benar dipahami sehingga pada akhirnya pegawai DJKN bukan hanya berperan sebagai petugas penangan perkara saja, akan tetapi juga cerdas sebagai konsumen yang sadar akan hak-haknya.
Penulis : Rais Martanti – Direktorat Hukum dan Hubungan Masyarakat
DAFTAR PUSTAKA
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen 
Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor. 350/MPP/Kep/12/2001 tentang Pelaksanaan Tugas Dan Wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
Buku Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan Dalam Empat Lingkungan Peradilan, Buku II Edisi 2007

Saturday, 14 May 2016

Agar lebih berhati-hati konsumen kecurangan bank dalam kredit KPR & Tips menyiasatinya

Rumah adalah kebutuhan pokok setiap rumah tangga. Memiliki rumah yang layak adalah idaman setiap orang.Mengingat harganya yang tinggi dan cenderung naik terus, maka tidak banyak orang yg mampu membeli rumah secara cash. Beruntunglah ada lembaga keuangan seperti bank yang menyediakan fasilitas kredit perumahan yg bisa membantu kita. Dengan fasilitas KPR ini kita bisa membeli rumah hanya dengan uang muka 30% (aturan terbaru) saja, sisanya dibiayai oleh bank.Bayangkan, kapan kita bisa membeli rumah jika harus mengumpulkan seluruh uang agar bisa membeli secara cash? Yang terjadi malah kita tidak akan pernah bisa membeli rumah, karena harganya naik terus. Tabungan kita tdk akan pernah cukup.Dari sisi itu kehadiran kredit KPR bank memang sangat membantu mempermudah masyarakat membeli rumah secepatnya. Tapi benarkah bank sudah membantu kita? Ternyata TIDAK! Yang terjadi disini justru kita diperas bank habis2an.Pasti banyak diantara kita yang penasaran bagimana bank dg iming2 bunga hanya 7% setahun bisa meraup untung puluhan-ratusan trilyun?Coba sekali2 kita kritis menghitung jumlah kredit KPR bank tsb dg keuntungannya dlm setahun. Pasti tidak masuk akal! Lalu bagaimana hal itu bisa terjadi? Nah, disinilah kita akan bongkar bagaimana praktek “lintah darat” bank memeras konsumennya.Sejak awal bisnis bank adlh hasil kreasi para “money lenders”. Jd jgn kaget jika sampai saat ini, praktek lintah darat masih melekat.Bagaimana bank melakukan praktek lintah darat pd nasabahnya? Salah satunya adalah dg melakukan “kreasi” terhadap bunga kredit.Karena kultwit kali ini kita bicara tentang KPR maka kita akan menghitung besaran bunga yg dikenakan terhadap kita pd KPR. Tapi cara serupa juga digunakan bank utk kredit2 lain seperti kredit kepemilikan kendaraan bermotor (KKB). Saat kita membeli rumah dg KPR maka kita akan berurusan dg kredit jangka panjang (biasanya 10-15 thn). KPR termasuk jenis kredit dengan agunan. Dalam hal ini rumah yg kita beli itulah yang menjadi jaminannya. Sesuai aturan terbaru, kita wajib membayar 30% uang muka sedangkan bank membiayai 70% sisanya.Di awal penawaran kredit biasanya bank menawarkan bunga yang cukup kompetitif (dibawah 9% pertahun). Biasanya untuk waktu 1-2 tahun awal. Sesuai perjanjian, pada tahun2 sesudahnya bunga akan menyesuaikan “bunga pasar”. Tapi benarkah itu yg terjadi?Pada kenyataannya setelah tahun2 awal tsb, bank menetapkan bunga seenak perutnya sendiri. Saat inilah konsumen mulai menemukan “neraka” dalam kehidupan finansialnya. Banyak yg akhirnyatdk kuat membayar cicilan.Seharusnya yg dijadikan patokan oleh bank sbg bunga pasar adalah “BI Rate”, tingkat suku bunga yg ditetapkan BI. Dimana suku bunga kredit bank sewajarnya selisih 1% - 3% lebih tinggi dari BI Rate. Itukah yg terjadi? TIDAK!.Sebagai contoh, saat BI Rate ditetapkan oleh BI sebesar 6% setahun, banyak bank ygjustru menetapkan bunga KPR 14% setahun!Sekali lagi kami sampaikan bahwa bunga “seenak perut” itu ditetapkan setelah 1-2 tahun cicilan berlangsung.Pd tahun2 awal bank menerapkan bunga yg relatif ringan. Bunga ringan inilah yg selalu mereka promosikan di media. Dg keputusan“sepihak” dari pihak bank ini kami tidak heran jika banyak masyarakat yang merasa terjebak karenanya. Tapi apa mau dikata, mereka terpaksa pasrah karena tidak ingin kehilangan tempat berteduh untuk keluarganya.Apabila nasabah menanyakan tentang kenaikan bunga yg fantastis ini, biasanya bank memberi berbagai alasan dg istilah yg keren2.Intinya kita tetap harus bayar dan tidak ada gunanya menanyakan pd pihak bank krn sejak awal niatnya memang ingin memeras nasabahnya. Tapi benarkah nasabah tidak dapat berbuat apa2? Bagaimana cara mengatasinya? Nanti di bagian akhir kultwit ini.Kecurangan bank berikutnya dlm KPR adalah pada proses perhitungan bunganya. Makin jelas perilaku lintah darat bank disini!Metode baku perhitungan bunga di bank sesungguhnya hanya ada dua:BUNGA EFEKTIFdanBUNGA FLAT.BUNGA EFEKTIFadalah bunga yg harus dibayar setiap bulan, sesuai dg saldo pokok pinjaman bulan sebelumnya. Dengan bungaefektif ini cicilan hutang kita setiap bulan makin berkurang, seiring berkurangnya pokok pinjaman. Tapi rupanya bank enggan menerapkan metode perhitungan bunga efektif tersebut karena dianggap kurang menguntungkan.BUNGA FLATadalah bunga yg besarnya sama setiap bulan, karena dihitung dr prosentasi bunga dikalikan pokok pinjaman awal. Bahasa sederhananya untuk bunga flat ini adalah, kita membayar bunga berdasarkan besarnya pinjaman awal kita. Jadi meskipun pokok pinjaman kita sudah berkurang banyak, tapi kita tetap harus membayar bunga berdasarkan jumlah pinjaman awal.MetodeBUNGA FLATini sangat menguntungkan bank, karena memberi hasilbunga berbunga buat perusahaan. Tapi krn dasarnya bank itu adalah bisnis lintah darat maka Bunga Flat dianggap masih kurang “memeras” nasabah.Maka untuk memuaskan nafsu serakahnya dimodifikasilah perhitungan bunga diatas menjadiMETODE ANUITAS.METODE ANUITASini mirip dg Bunga Flat yg kejam itu, hanya saja berkat kejeniusan mereka jadi jauh lebih kejam lagi! Sama seperti Bunga Flat, dlm Metode Anuitas nasabah membayar cicilan dlm jumlah tetap berdasar besarnya pinjaman awal. Tp dlm metode Anuitas, mereka membuat secara sepihak metode pengurangan pokok yg sangat merugikan nasabah. Dalam metode Anuitas, cicilan awal lebih banyak diperuntukkan buat bunga. Sangat sedikit mengurangi pokok pinjaman.Sebagai gambaran, jika kita pinjam 200 juta ke bank dg bunga 10% setahun untuk masa 15 tahun...Maka cicilan bunga yg harus kita bayarkan tiap bulan adalah Rp 1.660.000, pokoknya sebesar Rp 1.11.000. Total cicilanRp 2.771.000. Saat memasuki tahun keenam atau bulan ke 72, maka kita sudah menyetor pada bank sebesar Rp 199.500.000. Pokok yang sudah kita bayarkan adalah sebesar Rp 80.000.000. Tapi benarkah hutang kita sudah berkurang 80 juta?TIDAK!Berkat metode Anuitas tadi hutang kita ternyata hanya sedikit berkurang! Jadi metode anuitas ini sangat2 menguntungkanbank. Bagi yang sudah mengambil KPR, silahkan sekali2 tanya kpd pihak bank perihal berapa sisa hutang anda.Saat hendak melunasi hutang di tengah jalan maka kita harus menerima bahwa ternyata sisa hutang kita tdk jauh beda dr awal.Metode anuitas ini adalah strategi serakah bank untuk menjaga agar nasabah tidak melunasi hutangnya sebelum waktunya. Metode ini jelas2 membuat nasabah menjadi tawanan hidup pihak bank. Mau tidak mau kita harus berhutang jangka panjang.Pihak BI sebagai pemegang otoritas sepertinya tidak berdaya terhadap praktek culas bank2 dibawah pengawasannya ini. Lalu siapa yang akan membela kepentinganmasyarakat sebagai konsumen KPR? Tampaknya tidak ada.Oleh karena itu kami akan memberikan “pemberdayaan” kpd masyarakat untuk mampu melawan kesewenang2an bank ini. Kita tidak perlu cengeng menggantungkan nasib kita pada pihak lain (pemerintah sekalipun).Inilah saatnya kita bangkit memperjuangkannasib kita sendiri. Jika bukan kita sendiri siapa lagi?Bagaimana cara menghadapi sikap keserakahan bank dan bagaimana mengalahkan mereka secara cerdas? Bagaimana caranya agar saat kita mengalami kesulitan finansiil, rumah kita tidak disita oleh bank?

Thursday, 28 January 2016

YABPEKNAS SOMASI Belum berizinnya pendirian tower telepon seluler


SLAWI - Belum berizinnya pendirian tower telepon seluler, yang berbuntut disegelnya tower oleh warga Desa Karanganyar Kecamatan Dukuhturi, Rabu (13/1), bakal diusut tuntas Pemkab Tegal. Bupati Tegal Enthus Susmono mengatakan, akan segera mengklarifikasi dinas-dinas terkait. Di antaranya Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informasi (Dishubkominfo) dan BP2T.

Enthus menyarankan, sejatinya warga tidak melakukan penyegelan. Sebab, penyegelan hanya bisa dilakukan oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP).

"Jika memang tidak ada izinnya, Satpol PP akan saya tugaskan untuk menyegelnya," kata Bupati.

Menurut Bupati, jika ada retribusi yang sudah masuk ke Dishubkominfo supaya dikembalikan ke pemilik tower. Retribusi itu, tegas Bupati, tidak sah.

"Itu kalau tidak berizin. Tapi kalau ada izinnya, ya sah-sah saja. Retribusi itu kan masuk ke kasda," papar Bupati.

Sebelumnya, Ketua Tim Pengawas dan Investigasi Direktorat Hukum dan Perlindungan Konsumen YABPEKNAS BPD Jawa Tengah, Joko Sundang membenarkan jika pendirian tower itu diduga belum berizin. Meski belum berijin, tambah Joko, Dishubkominfo disinyalir sudah menarik retribusi tower tersebut.

"Diduga tidak berizin. Warga juga tidak ada yang mendapat sosialisasi dan kompensasi," tegasnya.

Joko mengaku sudah menegur pemilik tower. Kala itu, pemilik tower mengakui jika pendirian menara telekomunikasi itu memang belum diperpanjang perizinannya.

Ironisnya, pemilik tower tidak segera melengkapi perizinan sesuai undang-undang yang berlaku. Karena itulah, YABPEKNAS melayangkan somasi kepada pemilik tower dengan tembusan Bupati Tegal, Dishubkominfo, BP2T, DPU, Dinsosnakertrans, BLH, Satpol PP, Bagian Hukum Setda Kabupaten Tegal, Direktorat Hukum dan Perlindungan Konsumen, Camat Dukuhturi, dan Kepala Desa Karanganyar.

"Somasi sudah kami layangkan, termasuk tembusannya," tegas Joko. (yer/zul)
 http://radartegal.com/news/1842-kalau-belum-berizin-retribusi-akan-dikembalikan

Saturday, 16 January 2016

Bak Linta Darat, Swamitra Sedot Darah Nasabah Perlahan Namun Pasti

Pemalang Jateng,Zonadinamika.com. Tidak hanya mencekik tapi benar-benar ibarat lintah yang sedang menyedot darah secara perlahan terhadap mangsanya.
Koperasi Serba Usaha (KSU) Swamitra di duga kuat telah menyimpang dan telah keluar dari azas dan undang-undang koperasi.
Seorang ibu yang beralamat di Desa Cibelok Kecamatan Taman,sebut saja LFS yang telah menjadi nasabah,mengalami depresi serta ketakutan akibat tekanan-tekanan yang di lakukan oleh pihak Swamitra.
Mulai dari petugas penagihan dengan melakukan tekanan dan berbicara dengan nada agak tinggi dan tentu dengan wajah emosi hingga melayangkan surat somasi sebanyak tiga kali yang pada intinya rumah akan dilakukan penyemprotan dan harus segera di kosongkan paling lambat 1 minggu setelah somasi ke 3 di layangkan.
“Saya dan anak-anak tidak bisa tidur nyenyak selama satu minggu dan pada malam terakhir kami sekeluarga benar-benar tidak bisa tidur karena kami sangat takut dan tegang,barangkali besok pagi petugas Swamitra datang dan kami benar-benar takut kalau sampai di usir untuk mengosongkan rumah”.Kata ibu enam anak ini dengan wajah memelas dirumahnya,ketika di temui Zona Dinamika.
Mediasi pun segera dilakukan oleh kedua belah pihak,namun kantor cabang Swamitra Bahari Beji yang terletak di Jalan Kol.Sugiono. Ruko A1 Beji,tidak bisa mengabulkan permohonan penghapusan denda atau bunga ber bunga tersebut.
Jika di hitung-hitung menurut pengakuan LFS,hutang 30 juta dan sudah mengangsur sebanyak sekitar 19 juta,maka tidak seharusnya sisa hutang di tambah denda sekarang sekitar 42 juta lebih.Itu menurut perhitungan versi Swamitra karena di sertai bunga dan denda yang mencekik.
Menurut salah satu anggota LSM Lembaga Swadaya Masyarakat) YABPEKNAS (Yayasan Badan Perlindungan Konsumen Nasional).”Swamitra jelas tidak sesuai dengan azas koperasi dan juga tidak sesuai dengan undang-undang koperasi no.25″Kata Fajari,yang mendampingi LFS ditemui terpisah oleh Zona Dinamika. (SatriyoAdie)

STNK Setahun lebih belum terbit

Tegal - Konsumen kendaraan motor kecewa terhadap pelayanan yang diberikan oleh PD Langgan Motor Tegal karena STNK sudah setahun lebih belum terbit. Adalah Ely Hidayati warga RT.04 RW,.02 Sumurpanggang Kota Tegal yang telah membeli sebuah sepeda motor jenis Honda Blade tahun 2014 hingga saat ini belum diterbitkan STNK padahal BPKB sudah diterbitkan.


"Saya mau bayar pajak bagaimana, wong STNK saja belum terbit, Ketika saya menghubungi pihak dealer motor, saya disarankan untuk menghubungi kantor Samsat. Bagaimana ini ?" tutur Ely yang merasa kecewa dengan pelayanan yang diberikan oleh Langgan Motor.


    Atas kejadian diatas Penqawas dari Yabpeknas (Yayasan badan perlindungan Konsumen Nasional), Ali Rosidin langsung melakukan investigasi terhadap pihak Kantor Samsat (UP3AD) Kota Tegal untuk meminta keterangan terkait dengan belum diterbitkannya STNK yang bersangkutan.

Didapat keterangan dari Kantor Samsat Kota Tegal, bahwa blanko STNK dikirim dari Mabes Polri kemudian di drop ke Polda Jateng dan diteruskan ke Kantor Samsat, sehingga apabila ada keterlambatan penerbitan STNK karena kehabisan blanko yang dikirim dari Mabes Polri.


"Seharusnya pihak dealer untuk pro aktif mengambil STNK yang sudah diterbitkan oleh kami, namun demikian  bagi wajib pajak yang belum diterbitkan STNKnya bisa langsung datang ke Kantor Samsat untuk dicetakkan STNKnya"  terang kepala Samsat (UP3AD) Tegal S.Priyono beberapa hari yang lalu.


     Menanggapi kejadian tersebut, Pengawas dari Yabpeknas, Ali Rosidin sangat menyayangkan pihak PD.Langgan Motor yang tidak mau memberikan pelayanan terhadap konsumen.

"Mestinya pihak Langgan Motor harus bisa mengurus atas penerbitan STNK yang bersangkutan, karena konsumen telah membeli kendaraan dengan membayar lunas  dan membayar pajak kendaraaannya. Tidak lantas konsumen disuruh mengurus STNK sendiri ke kantor Samsat" terang Ali.  

    Selanjutnya dikatakan bahwa pihak Kantor Samsat Tegal mestinya pro aktif memberitahukan atau menyerahkan STNK yang sudah terbit kepada dealer-dealer motor sehingga wajib pajak tidak akan terlambat dalam membayar pajak kendaraannya. 
"Pihak samsat harus pro aktif menyerahkan STNK yang diajukan oleh dealer motor, sehingga tidak terjadi keterlambatan" terang Ali  (Tim).
 
Copyright © 2014 yabpeknasbanten