BREAKING NEWS

Thursday, 30 April 2015

Klausula Baku terhadap Perlindungan Konsumen

Klausula Baku VS Perlindungan Terhadap Konsumen

Diana yang hendak membeli kado ulang tahun untuk ibunya, mampir di sebuah mall yang terkenal di kawasan Jakarta Selatan. Karena niatnya hanya akan membeli kado, ia tidak berlama-lama di mall tersebut. Alangkah terkejutnya Diana, karena mobil yang di parkir ternyata sudah dalam kondisi tidak terkunci dan beberapa barang yang ada di mobil hilang. Dengan marah ia mendatangi operator parkir di mall tersebut. “Saya minta tanggung jawab dari pihak mall dan pengelola parkir untuk mengganti barang-barang saya yang hilang,” ujar Diana dengan marah. Pihak mall menganggap bahwa yang bertanggung jawab dalam hal ini adalah pengelola parkir. Namun setelah Diana mendatangi pihak pengolola parkir, mereka menolak untuk mengganti kerugian atas dasar pernyataan yang ada di tiket parkir yaitu  ”pengelola parkir tidak bertanggungjawab terhadap kehilangan kendaraan”. Di Indonesia para pelaku usaha biasa menggunakan ketentuan klausa baku di dalam kuitansi/ faktur pembayaran.
Apakah Klausa Baku itu?
Dalam hukum perjanjian, istilah Klausula Baku disebut juga: “Klausula Eksonerasi”. Dimana dalam UU  No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen juga dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan klausa baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen.
Klasula baku ini banyak digunakan dalam setiap perjanjian yang bersifat sepihak, dan dalam bahasa umum sering disebut sebagai: “disclamer”, yang bertujuan untuk melindungi pihak yang memberikan suatu jasa tertentu. Seperti jasa penjualan pada supermarket/mall, bank, jasa angkutan (kereta api, pesawat terbang, kapal laut), jasa delivery dan lain sebagainya.
Apa saja contoh Klausa Baku?
a)  Formulir pembayaran tagihan bank dalam salah satu syarat yang harus dipenuhi atau disetujui oleh nasabahnya menyatakan bahwa:
“ Bank tidak bertanggung jawab atas kelalaian atau kealpaan, tindakan atau keteledoran dari Bank sendiri atau pegawainya atau koresponden, sub agen lainnya, atau pegawai mereka”
b)  Kuitansi atau / faktur pembelian barang, yang menyatakan :
Barang yang sudah dibeli tidak dapat ditukar atau dikembalikan” ;
“Barang tidak diambil dalam waktu 2 minggu dalam nota penjualan kami batalkan
Diana tidak sendiri di dalam hal ini, banyak juga orang yang mengeluhkan masalah kehilangan barang atau kendaraan di tempat parkir kepada Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI). menurut artikel di www.ylki.or.id ,selama ini, pengelola parkir terkesan enggan mengganti kehilangan barang/ kendaraan di area parkir. Artinya, konsumen harus menanggung sendiri resiko terjadinya kerusakan dan kehilangan atas kendaraan serta barang-barang didalamnya. Mengapa? Agaknya, pengelola parkir nyaman berlindung dibawah Perda No.5 Tahun 1999 tentang Perparkiran, yang mencantumkan klausula baku di setiap tiket/karcis, ”pengelola parkir tidak bertanggungjawab terhadap kehilangan kendaraan”.
Bagaimana ketentuan klausa baku menurut UU Perlindungan Konsumen?
Pasal 18 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen menetapkan bahwa Klausula Baku yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian dilarang bagi pelaku usaha, apabila :
1)  Menyatakan pengalihan tanggungjawab pelaku usaha;
2)  Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen;
3)  Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan uang yang dibayarkan atas barang atau jasa yang dibeli oleh konsumen;
4)  Menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli secara angsuran;
5)  Mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli konsumen;
6)  Memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi obyek jual beli jasa;
7)  Menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan atau lanjutan dan / atau pengubahan lanjutan yang dibuat secara sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya;
8)  Menyatakan bahwa  Konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, hak jaminan terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran;
Bagaimana dengan hak konsumen terhadap hal ini?
Menurut pasal 4 UU Perlindungan Konsumen, hak konsumen adalah:
a)  Berhak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
b)  Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
c)  Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
d)  Hak untuk untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
e)  Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
f)   Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
g)  Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
h)  Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.
Bisakah konsumen mendapatkan ganti rugi dengan adanya pernyataan klausa baku yang melemahkan kedudukan konsumen?

Klausula Baku aturan sepihak yang dicantumkan oleh pelaku usaha di dalam kuitansi, faktur / bon, perjanjian atau dokumen lainnya dalam transaksi jual beli yang sangat merugikan konsumen. Adanya pencantuman Klausula Baku membuat posisi konsumen sangat lemah / tidak seimbang dalam menghadapi pelaku usaha. Namun hal ini bukan berarti konsumen tidak dapat berbuat apa-apa. Seperti artikel di www.ylki.or.id ada kasus gugatan David Tobing (pengacara Anny R Gultom, konsumen) melawan PT SPI (operator Parkir) yang memenangkan konsumen. Dalam putusan Peninjauan Kembali (PK) perkara No.124/PK/PDT/2007 yang diajukan oleh PT SPI, Mahkamah Agung malah lebih menguatkan putusan kasasi, dan menolak Peninjauan Kembali yang diajukan oleh PT SPI. Keputusan Mahkamah Agung mengharuskan pengelola parkir mengganti kendaraan konsumen yang hilang di area parker Lebih spesifik, keputusan Mahkamah Agung No. 124 Tahun 2007, yang mengharuskan pengelola parkir mengganti kendaraan konsumen yang hilang di area parkir. Keputusan MA ini dengan sendirinya semakin memperkuat posisi Undang-Undang Perlindungan Konsumen mengenai larangan pencantuman klausula baku (pasal 18). Sehingga klausula baku yang tertera di setiap tiket parkir menjadi tidak berlaku lagi atau gugur.
Dengan dimenangkannya kasus tersebut diatas menjadi bukti konkrit tidak relevannya pencantuman klausula baku yang mengalihkan tanggungjawab pelaku usaha. Artinya, keputusan MA dan UUPK dapat memberi tekanan kepada pengelola parkir yang berusaha melepas tanggungjawab.
Referensi:
UU No. 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen
 
Copyright © 2014 yabpeknasbanten