Penggunaan H
ak tanggungan, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu. Hak Tanggungan bisa juga dipergunakan untuk pelunasan utang tertentu, serta memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain.
Kemudian siapa yang bisa dikatakan sebagai pemegang hak tanggungan atau subjek hak tanggungan ialah Pemberi Hak Tanggungan dan Pemegang Hak Tanggungan. Yang dimaksud sebagai Pemberi hak tanggungan ialah orang atau badan hukum yang mempuyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap obyek Hak Tanggungan yang bersangkutan. Sedangkan yang pemegang Hak tanggungan adalah orang atau badan hukum yang berkedudukan sebagai pihak yang berpiutang.
Klasifikasi Objek dari Hak Tanggungan dapat dilihat dari berbagai sudut tergantung pada perkembangan lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai hak tanggungan. Jika ditinjau dari yang ditunjuk oleh UUPA (Pasal 4 ayat 1 UUHT) maka yang bisa menjadi objek hak tanggungan hanyalah
Hak Milik (Pasal 25 UUPA),
Hak Guna Usaha (Pasal 33 UUPA),
Hak Guna Bangunan (Pasal 39 UUPA).
Kemudian apabila ditinjau dari Yang ditunjuk oleh UUHT (Pasal 4 ayat 2), dapat ditambahkan satu lagi macam hak tanggungan ialah Hak Pakai atas tanah negara yang menurut ketentuan yang berlaku wajib didaftar dan menurut sifatnya dapat dipindahtangankan.
Sedangkan pada tahapan akhir perkembangan hak tanggungan sebagaimana Yang ditunjuk oleh UU No. 16 tahun 1985 tentang Rumah Susun (Pasal 27 UUHT) menyatakan bahwa adapula tambahan objek hak tanggungan ialah Rumah Susun yang berdiri di atas tanah Hak Milik, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai yang diberikan oleh Negara serta Hak Milik atas Satuan Rumah Susun (HMSRS) yang bangunannya didirikan di atas tanah Hak Milik,Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai yang diberikan oleh Negara.
Hak Tanggungan memiliki ciri-ciri yang dapat dibedakan dengan berbagai hak lainnya ialah
Membuat kedudukan seorang kreditor menjadi diutamakan dibandingkan kreditornya (“droit de preference”);
Mengikuti obyek yang dijaminkan di tangan siapapun obyek itu berada (“droit de suite”);
Dapat mengikat pihak ketiga dan memberikan kepastian hukum pada pihak-pihak yang berkepentingan ketika memenuhi asas spesialitas dan asas publisitas;
memnyederhanakan pelaksanaannya eksekusi.
Hak Tanggungan memiliki sifat yakni :
Tidak dapat dibagi-bagi (ondeelbaar), berarti Hak Tanggungan membebani secara utuh obyeknya dan setiap bagian daripadanya. Pelunasan sebagian utang yang dijamin tidak membebaskan sebagian obyek dari beban Hak Tanggungan, tetapi Hak Tanggungan tetap membebani seluruh obyeknya untuk sisa utang yang belum dilunasi.
Hak Tanggungan hanya merupakan ikutan (“accessoir”) dari perjanjian pokok, yaitu perjanjian yang menimbulkan hubungan hukum utang piutang. Keberadaan, berakhir dan hapusnya Hak Tanggungan dengan sendirinya tergantung pada utang yang dijamin pelunasannya tersebut.
Akta Pembebanan Hak Tanggungan dan Sertifikat Hak Tanggungan
Akta Pemberian Hak Tanggungan ("APHT") mengatur persyaratan dan ketentuan mengenai pemberian Hak Tanggungan dari debitor kepada kreditor sehubungan dengan hutang yang dijaminkan dengan Hak Tanggungan. Pemberian hak ini dimaksudkan untuk memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor yang bersangkutan (kreditor preferen) daripada kreditor-kreditor lain (kreditor konkuren) (lihat ps.1 (1) Undang-undang No.4 Tahun 1996 atau "UUHT"). Jadi, Pemberian Hak Tanggungan adalah sebagai jaminan pelunasan hutang debitor kepada kreditor sehubungan dengan perjanjian pinjaman/kredit yang bersangkutan.
Tanah sebagai obyek Hak Tanggungan dapat meliputi benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu. Hal itu dimungkinkan karena sifatnya secara fisik menjadi satu kesatuan dengan tanahnya, baik yang sudah ada maupun yang akan ada, yang berupa bangunan permanen, tanaman keras dan hasl karya, dengan ketentuan bahwa benda-benda tersebut milik pemegang hak maupun milik pihak lain (bila benda-benda itu milik pihak lain, yang bersangkutan/pemilik harus ikut menandatangani APHT).
Pembebanan Hak Tanggungan wajib memenuhi syarat yang ditetapkan dalam UUHT, yaitu:
Pemberian Hak Tanggungan didahului dengan janji untuk memberikan Hak Tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu yang dituangkan di dalam dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perjanjian kredit yang bersangkutan atau perjanjian lainnya yang menimbulkan utang tersebut.
Pemberian Hak Tanggungan wajib memenuhi syarat spesialitas yang meliputi: nama dan identitas pemegang dan pemberi Hak Tanggungan, domisili para pihak, pemegang dan pemberi Hak Tanggungan, penunjukan secara jelas utang atau utang-utang yang dijaminkan pelunasannya dengan Hak Tanggungan, nilai tanggungan, dan uraian yang jelas mengenai objek Hak Tanggungan.
Pemberian Hak Tanggungan wajib memenuhi persyaratan publisitas melalui pendaftaran Hak Tanggungan pada Kantor Pertanahan setempat (Kotamadya/ Kabupaten).
Sertipikat Hak Tanggungan sebagai tanda bukti adanya Hak Tanggungan memuat titel eksekutorial dengan kata-kata "Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa".
Batal demi hukum, jika diperjanjikan bahwa pemegang Hak Tanggungan akan memiliki objek Hak Tanggungan apabila debitor cidera janji (wanprestasi).
Tata cara pembebanan Hak Tanggungan dimulai dengan tahap pemberian Hak Tanggungan di hadapan PPAT yang berwenang dan dibuktikan dengan APHT dan diakhiri dengan tahap pendaftaran Hak Tanggungan di Kantor Pertanahan setempat.
Pada asasnya pemberi Hak Tanggungan (debitor atau pihak lain) wajib hadir sendiri di kantor PPAT yang berwenang membuat APHT berdasarkan daerah kerjanya (daerah kerjanya adalah per kecamatan yang meliputi kelurahan atau desa letak bidang tanah hak ditunjuk sebagai objek Hak Tanggungan). Didalam APHT disebutkan syarat-syarat spesialitas (sebagaimana disebutkan diatas), jumlah pinjaman, penunjukan objek Hak Tanggungan, dan hal-hal yang diperjanjikan (ps.11 (2) UUHT) oleh kreditor dan debitort, termasuk janji Roya Partial (ps.2 (2) UUHT) dan janji penjualan objek Hak Tanggungan di bawah tangan (ps.20 UUHT).
Untuk kepentingan kreditor, dikeluarkan kepadanya tanda bukti adanya Hak Tanggungan, yaitu Sertipikat Hak Tanggungan yang terdiri dari salinan Buku Tanah Hak Tanggungan dan salinan APHT.
Hapusnya Hak Tanggungan
Hapusnya piutang yang dijamin, sebagai konsekuensi sifat accessoir Hak Tanggungan.
Dilepaskannya Hak Tanggungan oleh kreditor pemegang Hak Tanggungan, yang dinyatakan dengan akta, yang diberikan kepada pemberi Hak Tanggungan.
Pembersihan Hak Tanggungan berdasarkan penetapan Ketua Pengadilan Negeri atas permohonan pembeli obyek Hak tanggungan,
Hapusnya hak atas tanah yang dijadikan jaminan, misal adalah HGB 30 tahun tidak diperpanjang maka berakhirnya masa HGB menyebabkan berakhirnya juga Hak tanggungan.
Sebelumnya perlu kami jelaskan mengenai APHT yang Anda sebutkan. Akta Pemberian Hak Tanggungan (“APHT”) adalah akta PPAT yang berisi pemberian Hak Tanggungan kepada kreditor tertentu sebagai jaminan untuk pelunasan piutangnya, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 angka 5 Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah (“UU Hak Tanggungan”).
Kami kurang mengerti dengan maksud kalimat Anda “mempunyai pinjaman tetapi tidak di APHT”. Kami berasumsi bahwa atas pinjaman tersebut nasabah memberikan jaminan, akan tetapi jaminan tersebut tidak dibuatkan APHT. Karena Anda membicarakan mengenai APHT, maka kami beranggapan bahwa yang dijaminkan adalah tanah dengan menggunakan hak tanggungan sebagaimana disebut dalam Pasal 1 angka 1 dan Pasal 4 ayat (1) UU Hak Tanggungan.
Dalam Pasal 10 UU Hak Tanggungan dijelaskan bahwa pemberian Hak Tanggungan didahului dengan janji untuk memberikan Hak Tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu, yang dituangkan di dalam dan merupakan bagian tak terpisahkan dari perjanjian utang-piutang yang bersangkutan atau perjanjian lainnya yang menimbulkan utang tersebut.
Pemberian Hak Tanggungan dilakukan dengan pembuatan APHT oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (“PPAT”) sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 10 ayat (2) UU Hak Tanggungan). Di dalam APHT wajib dicantumkan:
a. nama dan identitas pemegang dan pemberi Hak Tanggungan;
b. domisili pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada huruf a, dan apabila di antara mereka ada yang berdomisili di luar Indonesia, baginya harus pula dicantumkan suatu domisili pilihan di Indonesia, dan dalam hal domisili pilihan itu tidak dicantumkan, kantor PPAT tempat pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan dianggap sebagai domisili yang dipilih;
c. penunjukan secara jelas utang atau utang-utang yang dijamin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 10 ayat (1);
d. nilai tanggungan;
e. uraian yang jelas mengenai obyek Hak Tanggungan.
APHT yang telah ditandatangani tersebut beserta warkah lain yang diperlukan akan dikirimkan oleh PPAT ke Kantor Pertanahan guna pendaftaran pemberian hak tanggungan (Pasal 13 ayat (2) jo. Pasal 13 ayat (1) UU Hak Tanggungan).
Pendaftaran hak tanggungan dilakukan oleh Kantor Pertanahan dengan membuatkan buku tanah hak tanggungan dan mencatatnya dalam buku tanah hak atas tanah yang menjadi obyek hak tanggungan serta menyalin catatan tersebut pada sertifikat hak atas tanah yang bersangkutan (Pasal 13 ayat (3) UU Hak Tanggungan).
Pendaftaran hak tanggungan ini diperlukan karena hak tanggungan lahir pada tanggal buku tanah hak tanggungan (Pasal 13 ayat (5) UU Hak Tanggungan). Yang mana tanggal buku tanah hak tanggungan adalah tanggal hari ketujuh setelah penerimaan secara lengkap surat-surat yang diperlukan bagi pendaftarannya (Pasal 13 ayat (4) UU Hak Tanggungan).
Oleh karena itu, jika atas jaminan tersebut tidak dibuatkan APHT, maka objek jaminan tersebut tidak dapat didaftarkan sebagai objek jaminan hak tanggungan. Jika tidak didaftarkan, maka hak tanggungan tersebut tidak pernah lahir/tidak pernah ada. Jika jaminan hak tanggungan tersebut tidak pernah lahir, maka kreditur tidak berkedudukan sebagai kreditur yang didahulukan (kreditur separatis) untuk mendapatkan pelunasan utang debitur.
Berbeda halnya jika APHT tersebut dibuat dan didaftarkan ke Kantor Pertanahan. Jika hak tanggungan tersebut telah didaftarkan, maka apabila pemberi hak tanggungan dinyatakan pailit, pemegang hak tanggungan tetap berwenang melakukan segala hak yang diperolehnya menurut ketentuan Undang-Undang ini (Pasal 21 UU Hak Tanggungan).
Mengenai penyelesaiannya, baik kreditor konkuren maupun kreditor separatis (kreditur yang memiliki jaminan/kreditur yang didahulukan), keduanya harus mengajukan tuntutan untuk memperoleh pemenuhan perikatan sebagaimana terdapat dalam Pasal 27 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang:
“Selama berlangsungnya kepailitan tuntutan untuk memperoleh pemenuhan perikatan dari harta pailit yang ditujukan terhadap Debitor Pailit, hanya dapat diajukan dengan mendaftarkannya untuk dicocokkan.”
Jadi, yang menjadi permasalahan karena tidak adanya APHT adalah kreditur tersebut tidak didahulukan dalam pemenuhan piutangnya. Sebagai referensi, mengenai kreditur pemegang jaminan dalam kepailitan dapat dibaca dalam artikel Status Benda Jaminan Jika Terjadi Kepailitan.
Post a Comment